Senin, 03 September 2012

ASAS-ASA HUKUM WARIS

ASAS-ASAS HUKUM WARIS ISLAM DASAR HUKUM WARIS ISLAM. Bagi umat Islam, melaksanakan peraturan-peraturan Syari'at yang ditunjuk oleh nash-nash yang Shahih, termasuk dalam soal pembagian Harta Warisan adalah suatu keharusan (kewajiban) sebagai bagian dari Rukun Iman dan Rukun Islam . Sebagaimana tertuang dalam Al-Qur'an surat An-Nisa' ayat 13 dan 14, Allah SWT akan menempatkan orang-orang yang mentaati ketentuan pembagian harta warisan ke dalam surga-Nya untuk selama-lamanya, dan memasukkan ke dalam neraka-Nya bagi orang-orang yang tidak mengindahkannya. و من يـعـص الله ورسـوله و يـتـعـد حـد وده يـد خـله نارا خـا لدا فـيها وله عـذاب مـهـين. (النساء : 14). Artinya : Dan siapa saja yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, Allah bakal memasukkannya ke dalam neraka sedang ia kekal di dalamnya dan baginya siksa yang menghinakan. (Q.S. An-Nisa/ 4: 14). Juga hadits Rasulullah SAW yang memerintahkan kita agar membagi harta warisan itu menurut Kitab Suci Al-Qur'an : أقـسـمـواالـمال بين أهل الفرائض على كتاب الله. (رواه مسلم وابوداود). Artinya : Bagilah harta warisan di antara ahli warits menurut Kitabullah (Al-Qur'an). (H. R. Muslim dan Abu Daud). RUKUN WARIS MEWARISI. Ada tiga rukun waris yaitu : 1. MAURUTS ; yaitu harta benda yang ditinggalkan oleh si mati (almarhum) yang bakal diwarisi oleh ahli warits setelah diambil untuk biaya-biaya perawatan dan penyelenggaraan mayit, melunasi-hutang-hutang mayit dan melaksanakan wasiat si mayit. Harta yang tersisa ini disebut juga TIRKAH atau TURATS. 2. MUWARRITS ; yaitu orang yang meninggal dunia, baik mati Haqiqi maupun mati Hukmi. Mati Hukmi adalah suatu kematian yang dinyatakan oleh suatu Keputusan Hakim (Pengadilan) atas dasar beberapa sebab, sekalipun sesungguhnya ia sejatinya belum mati. 3. WARITS ; atau ahli waris yaitu orang yang akan mewarisi harta warisan (harta peninggalan) si Mawarits lantaran mempunyai sebab-sebab untuk mewarisi, seperti karena adanya ikatan perkawinan, hubungan darah atau keturunan dan hubungan hak perwalian dengan si Muwaris. ASAS-ASAS HUKUM WARIS ISLAM. Hukum Waris Islam yaitu Hukum yang mengatur segala sesuatu yang berkenaan dengan pemindahan hak dan atau kewajiban atas harta kekayaan seseorang setelah ia meninggal dunia kepada ahli warisnya. Sedangkan yang dimaksud dengan Kompilasi Islam adalah apa yang tertuang dalam Instruksi Presiden RI Nomor : 1 Tahun 1991 tanggal 10 Juni 1991, yang secara resmi diberlakukan mulai tanggal 22 Juli 1991 di seluruh instansi Departemen Agama dan intansi pemerintah serta masyarakat yang memerlukannya. Hukum Waris disebut juga dengan "Hukum Fara'id", jama' dari kata "fardun", yang erat sekali hubungannya dengan kata "Fard" yang berarti kewajiban yang harus dilaksanakan. Dasar Hukumnya yang utama adalah Al-Qur'an Surat An-Nisa ayat 11, 12 dan 176, juga hadits-hadits Nabi SAW yang kemudian ditafsirkan secara detail oleh para fuqaha. Asas Hukum Waris Islam yang bersumber pada Al-Qur'an dan Hadits menurut Prof. DR.Amir Syarifuddin, adalah sebagai berikut : A. ASAS IJBARI (PEMAKSAAN). Asas Ijbari mengandung arti bahwa peralihan harta dari seseorang yang telah meninggal dunia kepada ahli warisnya berlaku dengan sendirinya menurut ketetapan Allah SWT tanpa digantungkan dengan kehendak atau kemauan pewaris (si mati) atau ahli warisnya. Unsur memaksa (Ijbari) dalam hukum waris ini terlihat terutama dalam adanya kewajiban ahli waris untuk menerima peralihan harta warisan peninggalan pewaris kepadanya sesuai dengan jumlah yang telah ditentukan oleh Allah SWT di luar kehendaknya sendiri. Asas ini dapat dilihat dari beberapa hal : 1. Dari segi peralihan harta yang pasti terjadi setelah seseorang meninggal dunia. Al-Qur'an surat An-Nisa ayat 7 menyebutkan bahwa bagi laki-laki dan perempuan ada hak bagian (nasib) warisan dari harta warisan Ibu-Bapa dan keluarga dekatnya. Oleh karena itu pewaris tidak perlu menjanjikan sesuatu yang akan diberikan kepada ahli warisnya sebelum ia meninggal dunia, demikian pula ahli waris tidak perlu meminta-minta haknya kepada calon pewaris. 2. Dari segi jumlah yang sudah ditentukan bagi masing-masing ahli waris. Ini tergambar dari kata "Mafruuddan" yang berarti ditentukan atau diperhitungkan. Kata tersebut mengandung arti memaksa manusia untuk melaksanakan ketentuan yang sudah ditetapkan oleh Allah SWT itu. 3. Penerimaan harta warisan sudah ditentukan dengan pasti bagi mereka yang mempunyai hubungan darah dan ikatan perkawinan dengan pewaris seperti yang dirinci dalam pengelompokan ahli waris pada surat An-Nisa ayat 11, 12 dan 176, ketentuan ini bersifat wajib untuk dilaksanakan. Dalam KHI asas Ijbari ini secara umum terlihat pada ketentuan umum mengenai perumusan pengertian kewarisan, pewaris dan ahli waris. Secara khusus asas ijbari mengenal cara peralihan harta warisan juga disebut dalam Pasal 187 ayat (2) yang berbunyi: "Sisa dari pengeluaran dimaksud di atas adalah merupakan harta warisan yang harus dibagikan kepada ahli waris yang berhak". Kata "harus" dalam pasal ini menunjukkan sifat "imperatif" dan mengandung asas "ijbari". Tentang bagian masing-masing ahli waris diatur dalam Bab III Pasal 176 s/d 182. Mengenai siapa-siapa yang menjadi ahli waris diatur dalam Bab II Pasal 174 ayat (1) dan (2). B. ASAS BILATERAL. Asas Bilateral ini berarti bahwa seseorang menerima hak atau bagian warisan dari kedua belah pihak (dari garis keturunan laki-laki maupun perempuan). Asas ini terlihat pada surat An-Nisa ayat 7, 11, 12 dan 176. Dalam ayat 7 ditegaskan bahwa seseorang laki-laki berhak mendapat warisan dari ayah dan ibunya, demikian pula prempuan. Dalam ayat 11 ditegaskan juga : (1) Anak perempuan berhak menerima warisan dari orang tuanya sebagaimana anak laki-laki dengan 1 : 2, (2) Ibu berhak mendapat warisan dari anak laki-laki maupun anak perempuannya sebesar 1/6, demikian pula ayah. Dalam ayat 12 dijelaskan: bila laki-laki dan perempuan meninggal dunia dengan tidak mempunyai anak (Kalalah), maka saudara laki-laki dan saudara perempuannya berhak mendapatkan harta warisannya. Sedangkan dalam ayat 176 ditegaskan: (1) Seorang laki-laki yang tidak mempunyai keturunan, tapi mempunyai saudara perempuan, maka saudara perempuan itulah yang menjadi ahli waris dan berhak menerima warisannya. (2) Seorang perempuan yang tidak mempunyai keturunan, tetapi ia mempunyai saudara laki-laki, maka saudara laki-lakinya itulah ahli waris yang berhak menerima warisannya. Saudara-saudara yang tersebut pada ayat 12 adalah saudara garis Ibu, sedangkan pada ayat 176 adalah saudara garis ayah atau garis ayah dan ibu. Ahli waris keluarga dekat (kerabat) lain yang tidak tersebut secara tegas dalam Al-Qur'an dapat diketahui dari Hadits Rasulullah SAW, dapat juga diketahui dari penafsiran para puqaha, misalnya: ahli waris Kakek dapat diketahui dari kata "Abun" dalam Al-Qur'an, yang dalam bahasa Arab bisa berarti "Kakek" secara umum, demikian juga "Nenek" dari kata "Ummun" yang terdapat dalam Al-Qur'an. Di samping itu terdapat juga penjelasan dari Rasulullah SAW tentang kewarisan Kakek dan Nenek. Dari perluasan pengertian itu dapat diketahui bahwa garis kerabat ke atas melalui pihak laki-laki maupun pihak perempuan. Dalam garis kerabat ke bawah, walaupun tidak secara jelas disebut dalam Al-Qur'an, namun dapat diketahui dari perluasan pengertian kata "Walad", yaitu baik anak laki-laki maupun anak perempuan dan keturunannya. Hanya di kalangan "Sunni" maksud pengertian "Anak" itu dibatasi pada "Anak Laki-Laki dan keturunannya saja". Di kalangan "Syi'ah" makna "Anak" itu diperluas kepada anak laki-laki dan perempuan serta cucu dari anak laki-laki maupun anak perempuan. Dalam KHI asas ini dapat dibaca dalam pengelompokan ahli waris seperti tercantum pada Pasal 174 ayat (1) yaitu : ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman dan kakek (golongan laki-laki), sedangkan golongan perempuan yaitu: ibu, anak perempuan, saudara perempuan dan nenek; ini menurut sebab adanya hubungan darah (keturunan). Dengan disebutkannya secara tegas ahli waris golongan laki-laki dan perempuan sama-sama menjadi ahli waris, maka jelas adanya asas bilateral, duda atau janda menjadi ahli waris berdasarkan hubungan perkawinan adalah juga ciri kewarisan bilateral. Prof. Hazairin adalah orang yang pertama mengutarakan asas bilateral dalam kewarisan Islam ini, dalam kuliah umumnya di Universitas Indonesia Jakarta pada tanggal 17 Nopember 1957 beliau mengatakan bahwa sistem kekeluargaan (perkawinan dan kewarisan) dalam Al-Qur'an adalah bilateral. Menurut beliau Al-Qur'an hanya meredhai masyarakat yang bilateral. Setelah mempelajari dengan seksama surat An-Nisa ayat 23 dan 24 mengenai larangan-larangan perkawinan, dalam ayat tersebur Allah SWT tidak melarang perkawinan "Cross Cousins" dan "Parallel Cousins" (menurut istilah antropologi sosial) antara seorang laki-laki dengan seorang wanita, ini berarti bahwa tidaklah wajib orang melakukan perkawinan "exogami" untuk mempertahankan clan (matrilineal dan patrilineal) dalam masyarakat unilateral dan bermakna pula tidak dilarang orang melakukan perkawinan "endogami" dalam clan. Oleh karena itu sistem kekeluargaan dalam Al-Qur'an adalah "Bilateral", maka asas kewarisan yang merupakan bagian dari sistem kekeluargaan yang bilateral itu juga bilateral, asas ini dianut pula dalam KHI. C. ASAS INDIVIDUAL. Maksud asas ini adalah bahwa harta warisan dapat dibagi-bagi kepada ahli waris untuk dimiliki secara perorangan. Dalam pelaksanaannya seluruh harta warisan dinyatakan dalam nilai tertentu yang kemudian dibagikan kepada setiap ahli waris yang berhak menerima menurut kadar bagiannya masing-masing sebagaimana disebutkan dalam ayat 11, 12 dan 176 surat An-Nisa tanpa terikat kepada ahli waris yang lain. Jika pembagian warisan yang menurut asas individual ini telah dilakukan, maka setiap ahli waris berhak untuk berbuat atau bertindak atas harta yang diperolehnya kalau ia telah mampu (telah mempunyai kemampuan bertindak, dewasa dan berakal), bila belum bisa, maka diangkat "wali" untuk mengurus hartanya itu. Asas ini tertuang dalam KHI pada Pasal-pasal mengenai besarnya bagian ahli waris Bab III Pasal 176 s/d 180. Bagi ahli waris yang belum dewasa atau dalam keadaan tidak mampu bertindak hukum, maka diangkat wali pengampu berdasarkan Putusan Hakim (Pengadilan) atas usul anggota keluarganya (Pasal 184 KHI). D. ASAS KEADILAN BERIMBANG. Kata :Adil" banyak disebut di dalam Al-Qur'an, karena itu kedudukannya sangat penting dalam sistem Hukum Islam termasuk dalam Hukum Waris. Oleh karena itu dalam ajaran Islam "Keadilan" adalah titik sentral, proses dan tujuan segala penegakan hukum dan tindakan manusia. Dalam hukum waris keadilan itu dapat diartikan sebagai keseimbangan antara hak dan kewajiban, keseimbangan antara yang diperoleh dengan keperluan dan kegunaannya. Dengan demikian asas ini mengandung arti bahwa harus senantiasa terdapat "Keseimbangan antara Hak dan Kewajiban", antara hak yang diperoleh seseorang dengan kewajiban yang harus ditunaikannya. Laki-laki dan perempuan misalnya, mendapat hak yang sama sebanding dengan kewajiban yang dipikulnya masing-masing dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. Dalam kewarisan Islam, harta warisan yang diterima oleh ahli waris dari pewaris pada hakekatnya adalah "Pelanjutan" tanggung jawab pewaris terhadap keluarganya. Seorang laki-laki menjadi penanggung jawab kehidupan keluarga, mencukupi keperluan hidup isteri dan anaknya menurut kadar kemampuannya (Q. S. Al_Baqarah: 233 dan At-Thalaq : 7). Tanggung jawab itu merupakan kewajiban agama yang harus dilakukannya, terlepas dari persoalan apakah isterinya mampu atau tidak, anaknya memerlukan bantuan atau tidak. Ada juga tanggung jawab seorang laki-laki terhadap kerabatnya yang lain (Q.S. Al-Baqarah : 177) yaitu memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak yatim dan seterusnya. Dengan demikian, maka berdasarkan keseimbangan antara hak yang diperoleh (1:2 anatara laki-laki dan perempan) dan kewajiban yang harus ditunaikan, sesungguhnya manfa'at yang dirasakan oleh seorang laki-laki dan seorang perempuan dari bagian harta warisan yang mereka peroleh pada dasarnya adalah sebanding dan sama. Asas ini dalam KHI selain tertuang dalam Pasal-pasal 176 s/d 180, juga dikembangkan dalam penyesuaian perolehan yang dilakukan ketika menyelesaikan pembagian harta warisan dengan "Aul" dan "Rad" serta "Takharuj atau Tasaluh" sebagai berikut : 1. Pemecahan secara "Aul" dengan membebankan kekurangan harta warisan yang akan dibagi kepada semua ahli waris yang berhak menurut kadar bagiannya masing-masing, ini diatur dalam Pasal 192 KHI dengan menaikkan "angka penyebut" sesuai atau sama dengan "angka pembilang". 2. Penyesuaian juga dapat dilakukan dengan jalan "Rad", yakni dengan mengembalikan sisa atau kelebihan harta kepada ahli waris yang ada, sesuai dengan kadar bagiannya masing-masing. Meskipun ada perbedaan pendapat mengenai siapa yang berhak menerima kelebihan (pengembalian) itu, "Jumhur Ulama" mengatakan yang berhak hanyalah ahli waris karena "hubungan darah / keturunan" bukan karena hubungan perkawinan (suami atau isteri). Soal "Rad" ini dirumuskan dalam Pasal 193 KHI, yaitu : "Apabila dalam pembagian harta warisan diantara para ahli waris "Dzawil Furudl" menunjukkan bahwa "angka pembilang" lebih kecil dari pada "angka penyebut", sedangkan tidak ada ahli waris "ashabah", maka pembagian harta warisan tersebut dilakukan secara "Rad", yaitu sesuai dengan hak masing-masing ahli waris, sedang sisanya dibagi secara berimbang diantara mereka". Dalam rumusan ini tidak dibedakan antara ahli waris karena hubungan darah/keturunan dengan ahli waris karena hubungan perkawinan (suami atau isteri), pendapat dalam KHI ini sesuai dengan pendapatnya Utsman bin Affan RA. 3. Takharuj atau Tasaluh. Pengertian Takharuj adalah perjanjian yang diadakan oleh para ahli waris untuk mengundurkan (mengeluarkan) salah seorang atau lebih diantara ahli waris dalam menerima bagian dari harta warisan dengan memberikan suatu prestasi, baik prestasi tersebut berasal dari harta milik diantara ahli waris itu sendiri, maupun berasal dari harta warisan yang bakal dibagikan itu. Ini berarti haruslah berdasarkan kesepakatan bersama. Takharuj ini dibenarkan oleh Kitab Undang-Undang Hukum Kewarisan Mesir dalam Pasal 48. Pada KHI Pasal 183 berbunyi: "Para ahli waris dapat bersepakat melakukan perdamaian dalam pembagian harta warisan, setelah masing-masing menyadari bagiannya". Dalam asas Keadilan Yang Berimbang ini, dapat juga dimasukkan masalah "ahli waris pengganti" yang dirumuskan dalam Pasal 185 KHI yaitu: "Ahli waris yang meninggal dunia lebih dahulu dari si pewaris maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang tersebut dalam Pasal 173", yaitu orang-orang yang dihukum kerena dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat pada pewaris, atau dipersalahkan karena memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam hukuman 5 (lima) tahun penjara atau hukuman yang lebih berat. "Bagian untuk ahli waris penggganti tidak boleh melebihi dari bagian dari ahli waris yang sederajat dengan yang diganti". Alasan memasukkan ahli waris pengganti ini ke dalam asas keadilan berimbang adalah karena masalah "cucu" yang orang tuanya telah meninggal dunia lebih dahulu dari pewaris. Perkataan "ahli waris pengganti" itu sendiri berasal dari Prof. Hazairin, dalam bukunya "Hukum Kewarisan Bilateral", beliau berpendapat bahwa menurut Al;Qur'an dan hadits serta diangkat dari perbendaharaan Hukum Adat Indonesia, maka garis pokok penggantian itu tidak ada sangkut pautnya dengan ganti mengganti, tetapi hanya untuk menunjuk siapa-siapa ahli waris. Tiap-tiap ahli waris itu berdiri sendiri sebagai ahli waris, dia bukan mengganti ahli waris yang lain, sebab penghubung yang tidak ada lagi itu bukan ahli waris, sehingga substitusi tidak ada lagi. E. ASAS AKIBAT KEMATIAN. Asas ini menegaskan bahwa waris mewaris itu akan terjadi apabila ada seseorang yang meninggal dunia. Menurut Hukum Waris Islam, peralihan harta seseorang kepada orang lain akibat dari kematian itulah sebagai pewarisan, jadi tidak dinamakan warisan jika seseorang itu masih hidup yang memberikan atau mengalihkan dan memindahkan hartanya kepada yang masih hidup, atau menjanjikannya untuk diberikan setelah ia meninggal dunia. Dengan demikian Hukum Islam hanya mengenal satu bentuk kewarisan saja yaitu kewarisan sebagai akibat dari adanya kematian seseorang atau yang disebut dalam Hukum Kewarisan Perdata Barat yaitu "Kewarisan Ab Intestato" atau kewarisan menurut Undang-Undang. Asas kewarisan akibat kematian ini dapat digali dari kata "Waratsa" yang banyak terdapat dalam Al-Qur'an. Dalam ayat–ayat kewarisan "warats" mengandung makna "peralihan harta setelah kematian". (Amir Syarifuddin, 1984: 18-26). Pada KHI asas ini tercermin dalam rumusan berbagai istilah kewarisan seperti Hukum Kewarisan, pewaris, ahli waris dan harta peninggalan dalam Pasal 171 pada Bab Ketentuan Umum, hanya saja berbeda dengan Kitab Fiqh pada umumnya, masalah Wasiat ditempatkan tersendiri dalam Bab V.

SURAT KUASA KHUSUS

SURAT KUASA KHUSUS Yang bertanda tangan dibawah ini: 1. Tn. Adam Pengkor Kapasitasnya sebagai wakil dari para penggugat yang berjumlah 22 orang, beralamat di jalan Sisingamangaraja No.45 Jakarta Selatan untuk selanjutnya disebut sebagai “Pemberi Kuasa” Pemberi Kuasa dalam hal ini memilih domisili hukumnya di kantor kuasanya sebagaimana disebutkan di bawah ini, dengan ini memberikan kuasa kepada: 1. Daniel Malonda, SH 2. Jonswaris Sinaga, SH ADVOKAT/ PENGACARA - KONSULTAN HUKUM Beralamat di kantor Advokat Daniel Malonda, SH & Associates Jl. Mentri Supeno No.158 Jakarta Selatan 55281 Telp/ Fax. (021) 121221 yang bertindak baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, yang untuk selanjutnya disebut “Penerima Kuasa”: ===KHUSUS=== Untuk mewakili Pemberi Kuasa sebagai PENGGUGAT dalam gugatan PERDATA mengenai Perbuatan Melawan Hukum ( melawan UU no. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen) dan Ganti Rugi atas kerugian materiil dan imateriil dari pelanggaran tentang perlindungan konsumen yan dilakukan oleh PT. GIANT Jaya sebagai TERGUGAT I yang beralamat Jl. S. Wiryopranoto, No. 448A, Jakarta Pusat, 2459, Industri Asinan “A” beralamat Jl. Letjenm Suprapto, No. 521, Jakarta Pusat sebagai TERGUGAT II, Perusahaan Mie Basah “B” berealamat Jl. Sultan Hasanuddin IV, No.601, Tangerang, Banten, 1234 sebagai TERGUGAT III, Home Industry PKK Depok beralamat Jl. Hangnadim, No.07, Desa Sejahtera, Depok sebagai TERGUGAT IV Pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Untuk itu pemegang Kuasa ini kami berikan wewenang untuk: menghadap dan berbicara di depan Pejabat Instansi Pemerintah maupun Swasta, membaca berkas perkara, membuat surat-surat serta menandatangani surat tersebut, mengajukan permohonan-permohonan, yang baik dan berguna bagi pemberi kuasa, menjawab dan membantah hal-hal yang tidak benar, mengajukan bukti-bukti surat dan saksi sehubungan dengan perkara tersebut, mengusahakan perdamaian serta menandatangani akta perdamaian. Pada pokoknya pemegang kuasa ini diberi wewenang segala sesuatu yang baik dan berguna bagi pemberi kuasa sehubungan perkara tersebut serta dapat dibenarkan menurut hukum acara. Pemberian kuasa ini diberikan dengan hak substitusi sebagian atau seluruhnya kepada orang lain. Jakarta , 17 November 2011 Yang diberi kuasa, Yang memberi kuasa, Materai 1. Daniel Malonda, SH Rp6000 1. Tn. Adam Pengkor 2. Jonswaris Sinaga, SH

GUGATAN PMH

Lamp. : 1 lembar Surat Kuasa. Hal : Gugatan perbuatan melawan hukum (melawan UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen).. Kepada Yang Terhormat : Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan di- J A K A R T A S E L A T A N Dengan hormat, Yang bertanda tangan dibawah ini kami : N a m a : 1. DANIEL MALONDA, SH 2. JONSWARIS SINAGA, SH Keduanya adalah ADVOKAT Alamat Kantor : Jl. Mentri Supeno No.158 Jakarta Selatan Berdasarkan surat kuasa tertanggal 17 November 2011 dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama klien, yang bernama : Tn. ADAM PENGKOR; - Alamat : Jl. Sisingamangaraja No.45 Jakarta Selatan;- yang untuk selanjutnya dalam hal ini mohon disebut sebagai PENGGUGAT. Dengan ini mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ( melawan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen) terhadap : 1. Nama : Direktur PT. GIANT Jaya Alamat : Jl. S. Wiryopranoto, No. 448A, Jakarta Pusat, 2459 Selanjutnya disebut sebagai TERGUGAT I --------- 2. Nama : Direktur Industri Asinan “A” Alamat : Jl. Letjenm Suprapto, No. 521, Jakarta Pusat Selanjutnya disebut sebagai TERGUGAT II --------- 3. Nama : Direktur/Pimpinan/Koordinator Perusahaan Mie Basah “B” Alamat : Jl. Sultan Hasanuddin IV, No.601, Tangerang, Banten, 1234 Selanjutnya disebut sebagai TERGUGAT III --------- 4. Nama : Direktur/Pimpinan/Koordinator Home Industry PKK Depok Alamat : Jl. Hangnadim, No.07, Desa Sejahtera, Depok Selanjutnya disebut sebagai TERGUGAT IV --------- Adapun gugatan ini diajukan atas alasan alasan sebagai berikut : 1. Bahwa para penggugat yang berjumlah 22 orang adalah pelanggan pasar swalayan GIANT milik P.T GIANT Jaya 2. Bahwa pada tanggal 11 Agustus 2011 Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) wilayah Jakarta Selatan melaksanakan inspeksi mendadak di pasar swalayan GIANT di wilayah Jakarta Selatan dan menemukan asinan mangga yang dipasok tergugat II yang mengandung Rhodamine. 3. Bahwa inspeksi mendadak yang dilakukan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Jakarta Selatan pada tanggal 11 Agustus 2011 terhadap mie basah yang dipasok tergugat III adalah mengandung formalin. 4. Bahwa inspeksi mendadak yang dilakukan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Jakarta Selatan pada 11 Agustus 2011 terhadap kripik pedas yang dipasok tergugat IV tidak ada izin edarnya. 5. Bahwa pada tanggal 7 Agustus 2011 salah satu dari penggugat I mengalami mual dan pusing setelah mengkonsumsi asinan mangga. 6. Bahwa salah satu penggugat I yang mengalami mual dan pusing telah menjalani perawatan dirumah sakit selama tiga hari sejak 7 Agustus 2011 sampai dengan 10 Agustus 2011. 7. Bahwa pada tanggal 5 Agustus salah satu penggugat II mengalami alergi akibat mengkonsumsi Mie basah yang produksi oleh perusahaan B 8. Bahwa salah satu penggugat II yang mengalami alergi telah menjalani rawat jalan akibat alergi yang diderita . 9. Bahwa berdasarkan uraian yang telah disebutkan dalam butir 1 – 8 , para tergugat telah melakukan tindakan yang menimbulkan kerugian bagi para konsumen sebagaimana diatur dalam UU No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen 10. Bahwa para tergugat dengan demikian tidak memberikan informasi yang benar mengenai barang yang diperdagangkannya kepada para penggugat selaku konsumennya, sehingga para tergugat telah melanggar ketentuan Pasal 4 huruf c UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. 11. Bahwa para tergugat dengan demikian dalam memperdagangkan makanan kepada para penggugat selaku konsumennya, tidak menggunakan standar mutu yang berlaku atas barang yang diperdagangkannya, sehingga melanggar ketentuan Pasal 7 huruf d UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. 12. Bahwa tergugat I telah melanggar Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No.239/Menkes/Per/V/85. tentang penggunaan Rhodamin yang adalah salah satu pewarna tekstil dan kertas yang dilarang penggunaannya. 13. Bahwa tergugat II telah melanggar Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988722/Menkes/Per/IX/1988 larangan pengunaan formalin . 14. Bahwa tergugat IV juga telah melanggar UU. No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dalam tidak dicantumkannya ijin BPOM RI pada produk kripik pedas 15. Bahwa para tergugat dengan demikian tidak memberikan kemanan dan keselamatan kepada para penggugat selaku konsumennya, sehingga para tergugat telah melanggar ketentuan Pasal 4 huruf a UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. 16. Bahwa kerugian yang dialami oleh para penggugat adalah berupa kerugian materiil dan imateriil. Apabila dinilai dengan uang kerugian imateriil adalah sebesar Rp 5.000.000,- untuk tiap satu orang penggugat. Kerugian materiilnya adalah penggugat harus mengeluarkan cukup banyak uang untuk biaya pengobatan, biaya rawat inap, biaya dokter, dan biaya mondar mandir anggota keluarga yang menemani dirumah sakit sebesar Rp 10.000.000,- untuk tiap satu orang penggugat. Yang apabila ditaksir sebagai berikut : a. Kerugian imateriil Rp. 5.000.000 x 22 (orang) = Rp. 110.000.000 b. Kerugian materiil Rp. 10.000.000 x 17 (orang) = Rp. 170.000.000 Jumlah Rp. 280.000.000 17. Bahwa karena para tergugat dituntut atas pelanggaran UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, maka berdasarkan ketentuan Pasal 23 UU NO.8/1999, gugatan diajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan konsumen. Dengan demikian gugatan ini telah memenuhi kompetensi absolute maupun kompetensi relative, sehingga harus diterima untuk diperiksa di wilayah Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, tempat kedudukan para penggugat berada. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka penggugat mohon kepada Majelis Hakim yang terhormat berkenan memutus perkara ini sebagai berikut. PRIMER : 1. Menerima gugatan ini untuk diperiksa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan 2. Menerima dan Mengabulkan gugatan para penggugat untuk seluruhnya 3. Menyatakan bahwa para tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum perlindungan konsumen (UU No. 8 Tahun 1999), yakni melanggar hak konsumen, memberi informasi yang tidak benar mengenai keadaan barang yang diperdagangkan, serta tidak menggunakan standar mutu yang telah ditentukan. 4. Menghukum para tergugat secara tanggung-renteng karenanya untuk memberikan ganti kerugian materiil sebesar Rp 10.000.000,- per orang serta ganti rugi immateriial sebesar Rp 5.000.000,- per orang, kepada para penggugat secara langsung sejak putusan hakim berkekuatan hukum tetap. 5. Menghukum para tergugat dengan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam pasal 60 uu no. 8 tahun 1999 yaitu pencabutan ijin beredar . 6. Menghukum PARA TERGUGAT DAN TURUT TERGUGAT untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini SUBSIDER : Apabila hakim berpendapat lain, mohon putusan seadil-adilnya (ex aequo et bono) . Demikian gugatan ini kami ajukan dengan harapan yang terhormat Majelis Hakim yang memeriksa perkara. Atas segala kebijaksanaan serta keadilan yang diberikan kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Semoga Allah senantiasa menerangi akal budi kita semua. Amin. Jakarta Selatan, 17 November 2011 Hormat Kami : Kuasa Hukum Penggugat 1. DANIEL MALONDA, SH 2. JONSWARIS SINAGA, SH

Selasa, 23 Agustus 2011

masalah Pertanahan



NOTARIS
Tabitha Sri Jeany, SH, Mkn.
SK. MENKEH No. C. 47. HT. 03.01 – Th 2005 tanggal : 11 Juli 2005













SYARAT-SYARAT HIBAH

1. Sertipikat Asli dan Fotocopy.
2. Fotocopy SPPT dan STTS PBB Tahun terakhir.
3. Surat Pernyataan Hibah dari suami/isteri.
4. Surat Pernyataan Persetujuan/Kerelaan dari suami/isteri.
5. Surat Pernyataan Persetujuan/Kerelaan dari anak-anak lain.
6. Fotocopy KTP Suami Isteri Pemberi Hibah.
7. Fotocopy KTP dari anak-anak lain Pemberi Hibah.
8. Fotocopy Surat Nikah/Akta Perkawinan Pemberi Hibah.
9. Fotocopy Kartu Keluarga.
10. Fotocopy Surat Kematian Suami/Isteri Pemberi Hibah
(jika Suami/Isteri sudah meninggal dunia).
11. Fotocopy KTP penerima Hibah.
12. Fotocopy Akta Kelahiran penerima Hibah.
13. Akta Hibah dari PPAT.
14. Bukti Pembayaran Pajak penerimaan Hibah (BPHTB).
15. Formulir Permohonan Pendaftaran Hibah.
16. Formulir Permohonan Pengukuran.
17. Surat Pernyataan Menerima Hasil Ukur.
18. Surat Kuasa untuk pengurusan Hibah dan pengambilan Sertipikat.
19. Fotocopy KTP penerima kuasa yang telah dilegalisir.
















AKTA HIBAH
No /
Lembar PertamalKedua
Pada hari ini, tangggal ( )
bulan tahun ( )
hadir dihadapan saya
yang berdasarkan surat Keputusan
tanggal______________________ nomor______________________
diangkat/ditunjuk sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah, yang selanjutnya disebut PPAT, yang dimaksud dalam Pasal 7 Peraturan Pcmerintah Nomor 24 Tahun 1997 (tentang Pendaftaran Tanah), dengan daerah kerja______________________

dan berkantor di______________________
dengan dihadiri oleh saksi-saksi yang saya kenal dan akan disebut pada bagian akhir akta ini :--
1. 1. Tuan______________________
-menurut keterangannya dilahirkan di______________________
tanggal______________________
bulan______________________
tahun______________________
Warga Negara Indonesia, Swasta, bertempat tinggal di______________________
Jalan______________________
Rukun Tetangga______________________
Rukun Warga______________________
Kelurahan______________________
Kecamatan______________________
pemegang Kartu Tanda Penduduk (K.T.P./N.I.K.) nomor______________________

2. Tuan
-menurut keterangannya dilahirkan di______________________
Tanggal______________________
bulan______________________
tahun______________________
Warga Negara Indonesia, Swasta, bertempat tinggal di______________________
Jalan______________________
Rukun Tetangga______________________
Rukun Warga______________________
Kelurahan______________________
Kecamatan______________________
pemegang Kartu Tanda Penduduk (K.T.P./N.I.K.) nomor______________________

3. Nona______________________
-menurut keterangannya dilahirkan di______________________
tanggal______________________
bulan______________________
tahun______________________
Warga Negara Indonesia, Swasta, bertempat tinggal di______________________
Jalan______________________
Rukun Tetangga______________________
Rukun Warga______________________
Kelurahan______________________
Kecamatan______________________
pemegang Kartu Tanda Penduduk (K.T.P./N.I.K.) nomor______________________
-dan menurut keterangan mereka dalam hal ini bertindak berturut-turut dalam kedudukan mereka masing-masing berdasarkan akta nomor ____ , tanggal ___________________ , yang dibuat oleh __________________ , Notaris di ________________ , selaku Ketua, Sekretaris dan Anggota Tim Likuidasi/Likuidator Yayasan _________________ dalam likuidasi, tersebut dibawah ini dan karenanya bersama-sama mewakili Tim Likuidasi/Likuidator dari dan karenanya berhak bertindak untuk dan atas nama serta sah mewakili Yayasan __________________ , berkedudukan dan berkantor pusat di ____________________ (selanjutnya disebut : Yayasan ________ dalam likuidasi) yang anggaran dasarnya termaktub dalam :
selanjutnya disebut : Pemberi Hibah atau Pihak Pertama . ------------------


1. Tuan______________________
Menurut keterangannya dilahirkan di______________________
tanggal______________________
bulan______________________
tahun______________________
Warga Negara Indonesia, Swasta, bertempat tinggal di______________________
Jalan______________________
Rukun Tetangga______________________
Rukun Warga______________________
Kelurahan______________________
Kecamatan______________________
pemegang Kartu Tanda Penduduk (K.T.P./N.I.K.) nomor______________________
-dalam hal ini bertindak selaku Rektor/Ketua/Direktur/Kepala Sekolah/Kepala Madrasah yang mewakili Organ Pengelola Pendidikan dari dan oleh karena itu bertindak untuk dan atas nama serta sah mewakili Badan Hukum Pendidikan Masyarakat ________________________ , yang didirikan dengan akta nomor________, tanggal ______________, bulan _________________, tahun ________________, yang dibuat di hadapan saya, Notaris, dan BHPM tersebut telah mendapat pengesahan dari Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor ___ , tanggal ______________ , bulan __________ , tahun ___________________, dan Berita Negara Republik Indonesia nomor ____________, tahun ___________, Tambahan Nomor ____ , selanjutnya disebut : Penerima Hibah atau Pihak Kedua. -------------------

Para penghadap dikenal oleh saya/Penghadap,
saya kenal dan yang lain diperkenalkan olehnya
kepada saya/Para penghadap diperkenalkan kepada saya oleh saksi pengenal yang akan disebutkan pada akhir akta ini.---------------------------------------------
Pihak Pertarna menerangkan dengan ini menghibahkan kepada Pihak Kedua dan Pihak Kedua menerangkan dengan ini menerima hibah dari Pihak Pertama : ---------
- Hak Milik/Hak Guna Usaha/Hak Guna Bangunan/Hak Pakai ---------------Nomor atas sebidang tanah sebagaimana
diuraikan dalam Surat Ukur/Gambar Situasi tanggal______________________
Nomor ______________________ seluas______________________m2 (meter persegi) dengan Nomor Identifikasi Bidang Tanah ( NIB)
- Hak Milik/Hak Guna Usaha/Hak Guna Bangunan/Hak Pakai : -------------
atas sebagian tanah Hak Milik/Hak Guna Usaha/Hak Guna Bangunan/Hak Pakai Nomor______________________dengan Nomor Identifikasi Bidang Tanah ( NIB )
yaitu seluas kurang lebih______________________m2 (meter persegi), dengan batas-batas :------------------------------


sebagaimana diuraikan dalam Surat Ukur/peta tanggal______________________Nomor______________________yang dilampirkan pada akta ini.---------------------

- Hak Milik atas sebidang tanah : --------------------------------------------------------------------------Persil Nomor______________________ Blok______________________Kohir Nomor______________________seluas kurang lebih______________________ m2 (meter persegi),dengan batas-batas :______________________ sebagaimana diuraikan dalam peta tanggal_____________________Nomor______________________yang dilampirkan pada akta ini.-------------
berdasarkan alat-alat bukti berupa :-----------------------------------------------
- Milik Atas Satuan Rumah Susun :------------------------------------------------- Nomor
terletak di :----------------------------------------------------------------------------
Propinsi : ______________________
Kabupaten/Kota : ______________________
Kecamatan Desa/Kelurahan : ______________________
Jalan :______________________
Hibah ini meliputi pula

selanjutnya semua yang diuraikan di atas dalam akta ini disebut "Obyek Hibah”-

Pihak Pertama dan Pihak Kedua menerangkan bahwa Hibah ini dilakukan dengan syarat-syarat sebagai berikut :--------------------------------------------------
----------------------------------------------- Pasal 1 -------------------------------------
Mulai hari ini obyek hibah yang diuraikan dalam akta ini telah menjadi milik Pihak Kedua dan karenanya segala keuntungan yang didapat dari, dan segala kerugian/beban atas obyek hibah tersebut di atas menjadi hak/beban Pihak Kedua.---
----------------------------------------------- Pasal 2 -------------------------------
Obyek hibah tersebut diterima oleh Pihak Kedua menurut keadaannya sebagaimana didapatinya pada hari ini dan Pihak Kedua dengan ini menyatakan segala tuntutan mengenai kerusakan/atau cacat yang tampak dan/atau tidak tampak.------------------------------------------------------------------
--------------------------------------------------------- Pasal --------------------------
Mengenai hibah ini telah diperoleh izin pemindahan hak dari
tanggal Nomor ______________________


-------------------------------------------------- Pasal -------------------------------
Pihak Kedua dengan ini menyatakan bahwa dengan hibah ini kepemilikan tanahnya tidak melebihi ketentuan maksimum penguasaan tanah menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku scbagaimana tercantum dalam pernyataannya tanggal

------------------------------------------- Pasal ----------------------------------------
Dalam hal terdapat perbedaan luas lanah yang menjadi obyek jual beli dalam akta ini dengan hasil pengukuran oleh instansi Badan Pertanahan Nasional, rnaka para pihak akan menerima hasil pengukuran instansi Badan Pertanahan Nasional tersebut.-------------------------------------------------------------------------


------------------------------------------ Pasal ------------------------------------------


------------------------------------------ Pasal ------------------------------------------
Kedua belah pihak dalam hal ini dengan segala akibatnya memilih tempat kediaman hukum yang umum dan tidak berubah pada Kantor Panitera Pengadilan Negeri ………………………

------------------------------------------ Pasal ------------------------------------------
Biaya pembuatan akta ini, uang saksi dan segala biaya peralihan hak ini dibayar oleh …………………………


Akhirnya hadir juga di hadapan saya, dengan dihadiri oleh saksi-saksi yang sama dan akan disebutkan pada bagian akhir akta ini :-------------------------------



yang menerangkan telah mengetahui apa yang diuraikan di atas dan menyetujui hibah dalam akta.------------------------------------------------------------
Demikianlah akta ini dibuat dihadapan para pihak dan :-----------------------------
sebagai saksi-saksi, dan setelah dibacakan serta dijelaskan. maka sebagai bukti kebenaran pernyataan yang dikemukakan oleh Pihak Pertama dan Pihak Kedua tersebut di atas, akta ini ditandatangani/cap ibu jari oleh Pihak Pertama, Pihak Kedua, para saksi dan saya, PPAT, sebanyak 2 (dua ) rangkap asli, yaitu 1 ( satu ) rangkap lembar pertama disimpan di kantor saya, dan 1 (satu) rangkap lembar kedua disampaikan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota ___________________________ untuk keperluan pendaftaran peralihan hak akibat jual beli dalam akta ini. ------

Pihak Pertama Pihak Kedua



------------------------------- -------------------------------

Persetujuan -----------------


--------------------------------
Saksi Saksi



------------------------------- ------------------------------
Pejabat Pembuat Akta Tanah












Jumat, 25 Maret 2011

Kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar. Filipi 2:12-14

Suatu anugerah yang tidak ternilai kalau kita mendapatkan hak sebagai ahli waris kerajaan surga secara cuma-cuma. Dan yang lebih luar biasa lagi, Tuhan Yesus memberikan jaminan pasti kepada setiap orang pilihanNya bahwa kita tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan tidak ada suatu kuasa manapun yang dapat memisahkan kita dari kasih Allah (Yoh.10:28-29). Pertanyaannya kemudian adalah apa yang menjadi tanggungjawab kita sebagai respon kita terhadap kasih Allah yang luar biasa itu?. Paulus memberikan perintah kepada jemaat di Filipi, “kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar”(Fil.2:12b). Apa yang dimaksud dengan perintah ini? Apakah perintah ini tidak bertentangan dengan ajaran Paulus yang lain tentang keselamatan adalah anugerah (Rom 3:28; Ef 2:8-9)?
Penyelidikan yang lebih teliti menunjukkan bahwa nasehat ini tidak bertentangan dengan doktrin anugerah. Pertama, kata kerja katergazomai (“kerjakanlah”) sebenarnya lebih bermakna “menyelesaikan” (Ef 6:13) atau “menyelesaikan sesuatu hingga sempurna”, bukan menghasilkan sesuatu yang sebelumnya tidak ada. Ayat ini berarti “work out your salvation”, bukan “work for your salvation”. Dengan demikian Paulus seakan hendak berkata, “Jangan berhenti di tengah jalan; berjalanlah terus sampai karya keselamatan terwujud dengan lengkap di dalam kamu”. Di sini, 'keselamatan' itu mencakup daerah mulai saat kita percaya sampai saat kita masuk surga. Kedua, kata “mu” dalam frase “keselamatanmu” dalam bahasa Yunani berbentuk jamak. Pemakaian bentuk jamak ini menunjukkan bahwa Paulus tidak sedang membicarakan keselamatan pribadi-pribadi. Ia sedang membahas keselamatan secara komunal. Ia sebenarnya menasehatkan jemaat di Filipi sebagai sebuah komunitas untuk menunjukkan pola hidup tertentu yang membuktikan bahwa mereka memang sudah diselamatkan. Dalam konteks Filipi pasal 2, hal ini berhubungan dengan kasih sesama orang percaya (2:1-4, 14-15; 4:2).
Nasehat untuk mengerjakan keselamatan sebenarnya sama dengan nasehat untuk hidup sesuai dengan status yang sudah diselamatkan. Dalam istilah yang lebih sederhana, mengerjakan keselamatan sebenarnya sama dengan hidup sesuai firman Tuhan (ketaatan). Hal ini juga terlihat dari kalimat di ayat 12 “kamu senantiasa taat, karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu”. Dalam ayat ini, Paulus menggabungkan dua prinsip penting yaitu antara keselamatan dengan ketaatan.
Melalui Filipi 2:12-13, kita bisa melihat : 1)“bentuk ketaatan dalam mengerjakan keselamatan” (Fil.2:12) dan 2) “sumber kekuatan untuk taat dalam mengerjakan keselamatan” (Fil.2:13). Ada 3 macam ketaatan yang dituntut Allah dari kita yaitu : 1) Harus konsisten (terus menerus taat mengerjakan keselamatan); 2) Tidak dibatasi/dipengaruhi situasi apapun (harus berfokus pada Tuhan); 3) Didasari hormat pada Allah (ketaatan kita kepada Allah harus didasarkan pada rasa hormat terhadap kekudusan Allah). Jenis ketaatan yang dituntut Allah ini tampaknya sangat sulit untuk dilakukan, karena itu Paulus menjelaskan rahasia kita bisa melakukan itu. Rahasianya terletak pada diri Allah. Allah yang mengerjakan kekuatan dari dalam diri kita (energew). Kata energew muncul 20 kali dalam PB, 18 di antaranya dipakai oleh Paulus. Arti yang terkandung di dalam kata ini adalah “bekerja dengan penuh kekuatan” (Gal 2:8; 3:5; 5:6; Ef 2:2). Allah memampukan kita untuk mau (qelo) dan mampu (energew) menaati Dia. Natur kita yang tercemar oleh dosa cenderung tidak bisa konsisten dalam menaati Allah. Kita seringkali taat dalam situasi-situasi tertentu saja. Kita juga tidak jarang menaati Allah tapi dengan motivasi/dasar yang salah. Melalui intervensi Allah dalam diri kita, kita diberi kemauan dan kemampuan. Tugas kita adalah berserah pada pimpinan Allah.
Kita akan dimampukan untuk mengerjakan keselamatan kita dengan baik apabila : 1) Kehidupan kita menerapkan tabiat Kristus yang “dalam keadaan sebagai manusia, . . . telah merendahkan diriNya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib” (2:8); 2) Kehidupan kita berpegang pada Firman Tuhan (Fil.2:16) dan patuh/taat sepenuhnya kepada kehendak Allah, maka tindakan-tindakan kita akan serasi dengan “kerelaanNya” (kedaulatan-Nya).

Pertanyaan Sharring Life :
1. Dalam kehidupan keluarga, kita seringkali berada dalam situasi yang sulit untuk menaati Allah. Kita diperhadapkan pada dua pilihan: taat pada Allah tapi mengalami kesulitan dalam bisnis atau tidak taat tapi bisnis lancar. Apakah kita mau mengambil komitmen untuk menaati Allah bagaimanapun sulitnya itu?
2. Kita juga tidak jarang diperhadapkan antara waktu bagi Tuhan dan bagi pekerjaan. Apakah kita mau mengutamakan Tuhan di atas segala-galanya?
3. Kita kadangkala harus memilih: mengikuti kata hati kita atau kehendak Allah dalam beberapa permasalahan yang harus kita putuskan. Apakah kita mau memilih Allah walaupun itu sulit?

“Allah akan bekerja dengan kuat dalam diri kita sehingga kita bisa untuk mau dan mampu menaati Dia”

Human Society:

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger